Masyarakat terbentuk dari sekelompok individu manusia yg memilki hubungan/interaksi secara terus-
memerus. Seorang individu bersama individu2 yg lain merupakan sebuah kelompok.
Apabila kelompok tersebut memilki hubungan/interaksi secara terus-menerus, maka mrk akan menjadi
sebuah masyarakat. Akan tetapi apabila tidak, maka tetap merupakan sebuah kelompok dan tdk akan
menjadi sebuah masyarakat.
Yang menjadikan sekelompok individu menjadi sebuah masyarakat, tiada lain adalah interaksi mereka
satu sama lain secara tersu-menerus. Interaksi secara terus-menerus hanya akan terbentuk manakala
ada dorongan kemaslahatan dalam diri mereka. Kemaslahatanlah yg menumbuhkan interaksi.
Tanpa ada kemaslahatan, interaksi tidak akan terwujud.
Untuk menentukan berbagai kemaslahatan tersebut (dari segi maslahat dan mafsadatnya), tergantung
pada persepsi manusia terhadap kemaslahatan tersebut.
Tatakala seseorang menganggap bahwa suatu perkara adalah maslahat, maka akan muncul interaksi.
Sebaliknya, apabila sesorang menganggap hal itu bukan maslahat, maka interaksi tidak akan timbul.
Jadi, persepsilah yg menilai dan menentukan suatu maslahat.
Persepsi yg membentuk hubungan/interaksi antar sesama masyarakat.
Oleh karena persepsi manusia adalah makna2 pemikiran, maka pemikiranlah yg menentukan sebuah
maslahat, sehingga pada hakikatnya, pemikiranlah yg membentuk suatu interaksi.
Oleh karena itu, kesamaan pemikiran yg ada pada sekelompok manusia, akan menentukan kesamaan
pandangan terhadap kemaslahatan, sehingga pada gilirannya akan menentukan sebuah interaksi.
Namun demikian, kesamaan pemikiran saja belum cukup untuk mewujudkan sebuah interaksi, melainkan
harus disertai adanya kesamaan perasaan. Misalnya, kemaslahatn tersebut harus menyenangkan dua
orang atau lebih sehingga akan tumbuh interaksi.
Dengan kata lain, harus ada kesamaan perasaan di antara keduanya dalam melihat suatu maslahat,
baik senang, marah, sedih, menderita, ataupun perasaan2 lainnya, di samping harus ada kesamaan
pemikiran sehingga akan terwujud pandangan dan perasaan yg sama terhadap suatu kemaslahatan,
dan pada gilirannya akan tumbuh sebuah interaksi.
Adanya kesamaan pemikiran dan perasaan saja belum cukup, melainkan disertai adanya kesamaan
sistem/peraturan yg digunakan untuk menentukan sebuah maslahat, sehingga tumbuh interaksi atau
hubungan. Maka kedua belah pihak harus menyepakati tata-cara mengatur suatu maslahat.
Oleh karena itu, agar tumbuh interaksi di antara individu masyarakat, harus ada kesamaan pemikiran,
perasaan, dan sisitem/peraturan di antara mereka.
Apabila tidak ada kesamaan pada ketiga unsur ini pada mereka, niscaya tidak akan tumbuh interaksi
atau hubungan.
Dari sinilah, sebuah masyarakat dikatakan terdiri dari sekelompok manusia, berikut pemikiran, dan
perasaan, serta sistem/peraturan yg berlaku di antara mereka.
Sebuah masyarakat sesungguhnya terbentuk dari sekelompok manusia, pemikiran, perasaan, dan
peraturan. Yakni, sekelompok individu yg memilki interaksi secara terus-menerus. Dan interaksi yang
berkembang scr terus-menerus ini hanya bisa terwujud dgn adanya kesamaan pemikiran, perasaan,
dan peraturan atau sistem yg berlaku di antara mereka.
Berdasarkan faktor2 inilah, sebuah masyarakat akan terbentuk.
Perbedaan masyarakat2 yg ada di dunia ini, ditentukan oleh perbedaan pemikiran, perasaan, & sistem
atau peraturan yg mereka miliki.
Masyarakat Islami :
Masyarakat yg Islami adalah masyarakat yg melangsungkan interaksinya dengan pemikiran, perasaan,
dan peraturan yg Islami. Dengan kata lain, masyarakat Islami adalah sekelompok individu muslim yang
melangsungkan interaksi antar mereka dan antar mereka dengan yg lainnya (hubungan internasional)
berdasarkan aqidah Islam dan hukum2 syara'.
Keberadaan individu2 muslim saja, tanpa disertai pemikiran, perasaan, dan sistem/peraturan yg Islami,
tidak akan menjadi sebuah masyarakat sbg masyarakat Islam yg Islami.
Untuk menjadikan sebuah masyarakat menjadi masyarakat yg Islami, selain keberadaan individu muslim,
maka pemikiran, perasaan, dan peraturan (sistem) yg diterapkan dlm interaksi mereka, ketiga-tiganya
haruslah juga Islami.
Walhasil, keberadaan pemikiran, perasaan, dan peraturan yg Islami adalah syarat utama agar sebuah
masyarakat menjadi masyarakat yg Islami. Ini artinya, sebuah masyarakat Islami tdk cukup hanya dgn
adanya individu2 muslim saja, namun hrs terpenuhi keiga unsur tadi.
Dengan kerangka berpikir seperti ini, kita melihat bahwa negeri2 yang didiami kaum muslimin di seluruh
penjuru dunia saat ini boleh dikatakan bahwa masyarakatnya tidak Islami (sekalipun individu2nya adlh
orang2 Islam yg tetap berpegang teguh kpd aqidah Islam), sebab, seluruh interaksi yang ada tidak
berjalan sesuai dengan pemikiran, perasaan, dan peraturan Islam.
Bahkan termasuk negeri2 yg masih menerapkan hukum2 syara' dlm urusan pengadilan di dalam negeri
sekalipun, masih terkategori sebagai masyarakat yang tidak islami. Karena, negeri2 tersebut dalam
interaksi2 lainnya, yakni politik luar negerinya misalnya, tidak berjalan sesuai dengan pemikiran, dan
hukum Islam.
Oleh karena itu, untuk dapat digolongkan sebagai masyarakat Islami, seluruh interaksi yang terjadi di
masyarakat, baik internal, maupun eksternal, harus dijalankan sesuai dengan aqidah Islam dan hukum
hukum syara'.
Transformasi Menuju Masyarakat Islami :
Strategi mengubah masyarakat yg tidk Islami yg didiami kaum muslim saat ini agar menjadi masyarakat
Islami adalah mengubah seluruh interaksi yg ada secara simultan atau revolusioner, bukan dgn cara
bertahap. Yaitu dgn mengikis seluruh interaksi tidak Islami yg ada, lalu menggantinya dgn interaksi2
yang Islami scr serentak. Diawali dari sistem pemerintahan, kemudian dilanjutkan ke sistem2 lainnya
secara totalitas. Dalam strategi yg bersifat revolusioner, tindakan yg harus dilakukan terlebih dahulu
adalah mengganti seluruh rezim yg ada secara menyeluruh dengan pemerintahan Islam.
Pemerintahan Islam inilah yg mengharuskan masyarakat untuk melaksanakan pemikiran2 dan hukum2
Islam; mewajibkan kaum muslim untuk menjalankan seluruh aktivitas mereka sesuai dengan perintah
dan larangan Allah Swt., serta menjadikan halal-haram sebagai tolok ukur untuk setiap perbuatan;
pemerintah akan menjalankan proses perubahan ini dgn memberikan pengarahan dan menjatuhkan
sanksi/hukuman atas setiap pelanggaran.
Dengan demikan, pemerintahan Islam akan mengingatkan kaum muslimin terhadap agamanya;
menjelaskan pemikiran2 dan hukum2 Islam kepada seluruh individu masyarakat; dan pada saat yang
sama juga menjatuhkan sanksi bagi org yg melanggarnya, baik berupa hudud, jinayat, maupun ta'zir.
Tentu saja, pemerintahan Islam akan lebih mengandalkan keterikatan kaum muslim thd pemikiran2
dan hukum2 Islam sesuai dengan apa yg telah menjadi keyakinan mereka.
Artinya, lebih mengandalkan pada dorongan ketaqwaannya. Apabila tidak ada dorongan dari dalam,
maka tertib masyarakat dijaga dengan penerapan hukum dan berlakulah sifat hukum suatu negara,
yakni mengikat dan memaksa, serta memberikan sanksi yg setimpal.
Persoalannya adalah bagaimana melakukan proses transformasi dari keadaan masyarakat muslim yg
tidak Islami menjadi masyarakat yg Islami?
Jawabannya memang tidak mudah. Tapi juga bukan mustahil.
Pertamakali harus disadari adalah bahwa keberadaan individu muslim, apalagi yg jumlahnya mayoritas
di neger2 Islam adalah modal dasar yg sangat berharga. Sebab, kemusliman seseorang, berarti telah
ada satu tonggak aqidah/keimanan dalam dirinya, yg memungkinkan untuk diikatkan benang pemikiran
Islam kepadanya. Jika benang pemikiran Islam ini sudah terikat, maka bisa ditarik benang perasaan
Islami pada dirinya.
Pemikiran Islami dan perasaan Islami pada seseorang menjadi modal dasar yg sangat berharga untuk
menerima rajutan peraturan Islam dalam seluruh interaksinya dengan individu2 lain di masyarakat.
Dan ketika pemikiran dan perasaan Islami ini tlh beredar luas dan dominan di masyarakat, maka lampu
hijau bagi penerapan hukum syariat Islam telah menyala.
Saat itu pulalah sebenarnya umumnya masyarakat, termasuk yg di dalam hatinya tidak ada keimanan
atau aqidah Islam pun menerima, sebab, hukum syariah Islam yg diterapkan di masyarakat Islami itu
adalah untuk mengatur interaksi antar individu masyarakat.
Dengan kata lain, mengatur sektor publik untuk menjamin terpenuhinya berbagai kemaslahatan dan
kepentingan seluruh anggota masyarakat.
Kedua, perlu disadari bahwa keimanan atau aqidah Islam kaum muslimin dewasa ini perlu direvitalisasi,
agar memilki pengaruh yg signifikan terhadap pemikiran dan perasaan mereka.
Sebab, masih banyak kaum muslim yg mempercayai Allah Swt., bahkan melaksanakan shalat, shaum,
pergi haji dsb, namun cara berpikirnya tidak Islami.
Ada yg cenderung sekuler, ada yg cenderung sosialis, atau yg lainnya.
Mereka beribadah secara khusyuk dan tunduk kepada Allah Swt. dalam shalat, shaum, dan menjalani
manasik haji, tetapi pada saat yg sama menolak campur tangan ayat2 Allah dan syariah Allah ketika
mereka berekonomi, berpolitik, dan menjalankan pemerintahan.
Cara berpikir yg tidak Islami tersebut menghasilkan pandangan yg setereotip, dan perasaan yg benci
serta curiga kepada hukum syariah Islam, cara2 Islami, serta syiar2 Islami.
Jika aqidah umat spt itu, apalagi itu terjadi pd kaum birokrat & intelektual muslim, maka masyarakat
sekuler atau sosialislah yg bakal terbentuk.
Revitalisasi aqidah Islam, yaitu dgn menyegarkan kembali aqidah, bhw kita ini berasal dari Allah Swt.
dan akan kembali kepada-Nya, untuk dimintai pertanggungjawaban atas nikmat hidup dan berbagai
fasilitas hidup seperti tubuh yg sehat, harta yg cukup, dan ilmu yg bermanfaat yg kita miliki dst.,
akan menjadikan kita, kaum muslimin, bangkit dan sepenuhnya sadar bhw keberadaan kita di dunia
ini adalah hanya untuk mengabdi kepada Allah Swt. semata, dan berjuang untuk tegaknya kalimat
dan syariah Allah Swt. di muka bumi.
Kesadaran itu harus disempurnakan dgn pemahaman standard bahwa perjuangan utk menegakkan
kalimat Allah Swt. menjadikan masyarakat muslim yg bertaqwa, adalah hanya bisa dilakukan dengan
cara2 yg telah disyariatkan Allah Swt. sesuai dgn sunnah Rasulullah saw. dan dilakukan hanya dgn
keikhlasan hati untuk menggapai ridha Allah Swt.
Dengan demikian, aqidah umat Islam tidak lagi aqidah ruhiyah semata, yakni berefek pada urusan
ibadah ritual dan akhlak saja, tapi secara aktif aqidah tsb mendorong dan memberikan pencerahan
bahwa setiap muslim harus hiidup sesuai dengan syariah Allah dalam seluruh aspek kehidupan, baik
yang ritual, maupun aspek2 non ritual, seperti dalam bidang ekonomi, politik, hukum, pemerintahan,
sosial, pendidkan, keamanan dst.
Dengan aqidah seperti ini, kaum muslim akan terdorong utk mempelajari, memahami, menghayati,
dan mengamalkan ekonomi syariah, politik syariah, hukum/peradilan syariah, pemerintahan syariah,
sosial budaya syariah, pendidikan syariah, pertahanan dan keamanan syariah dst.
Inilah yg disebut dengan aqidah siyasiyyah, yakni aqidah yg memancarkan seperangkat peraturan
kehidupan (sistem) yg mengatur kehidupan umat dalam seluruh aspek kehidupan.
Dalam tinjauan lain disebut sebagai mabda', yakni aqidah yg menghasilkan peraturan2 (syariah) utk
menyelesaikan berbagai persoalan & problematika hidup manusia, tidak hanya dlm tataran konsepsi,
tapi sampai pada implementasi.
Tentu saja revitalisasi aqidah seperti ini tidak mudah, akan menghadapi banyak tantangan, mengingat
kita sedang hidup dan berada dalam sistem masyarakat sekuler dengan dominasi cara berpikir Barat
sekuler, dan diterapkanya konsep pemikiran, pemahaman, dan peraturan Barat dalam seluruh aspek
kehidupan.
Sekalipun kita hidup di negeri yg mayoritas muslim, tapi Islam terpasung.
Islam terpojok hanya di masjid dan mushala. Bahkan masjid dan mushala hanya dipakai untuk ibadah
ritual atau peringatan2 hari besar saja.
Hanya sedikit masjid yg menjadi centre of excelent bagi terwujudnya pembinaan manusia yg memilki
pemikiran dan perasaan Islami serta mau mendalami pengetahuan cara2 hidup Islami.
Sudah menjadi pameo di masyarakat bhw politik itu kotor, jangan dicampur dengan agama yg suci.
Sebagian umat juga dihinggapi semacam sindrom Islamophobia, bahkan ada seorang tokoh Islam yg
waktu berkampanye mengambil kebijakan dgn tdk menyingung-nyinggung syariah, karena khawatir
ada penolakan publik, tidak diterima pasar dll.
Oleh karena itu, persoalan ketiga yg harus disadari adalah bahwa transformasi itu harus dilakukan
dengan melakukan pergolakan pemikiran (shira'ul fikri), yakni membenturkan ide2 dan konsep2 serta
peraturan2 sekuler yg kini diadopsi masyarakat muslim, baik sengaja, maupun tidak, sadar, ataupun
tidak, dgn ide2, konsep2, serta peraturan syariat Islam.
Kita sadar betul bhw seseorang akan melepaskan baju yg dikenakannya kalau dia sadar bhw baju
tersebut kotor. Dan dia akan sadar kalau baju yg dikenakannya itu kotor kalau dia dapat melihat,
mencium, atau meraba kotoran yg menempel di bajunya.
Jika kaum muslim sadar bahwa ide2, konsep2, dan peraturan2 sekuler itu adalah kotoran yg baunya
sangat busuk, dan warna serta bentuknya juga sangat menjijikkan, maka kaum muslim akan dengan
serta-merta melepaskan baju yg dikenakannya, dan ia akan segera mengenakan baju lain yg bersih.
Oleh karena itu, pertarungan pemikiran, dalam transformasi masyarakat ini adalah keharusan.
Dengan begitu, seluruh konsepsi dan peraturan Islam, muncul sebagai alternatif dalam wacana yang
diperbincangkan di masyarakat. Sasaran utama adalah membentuk kesadaran di masyarakat tentang
Islam yg merupakan solusi alternatif dari berbagai persoalan yg terjadi scr aktual dan membiasakan
masyarakat dengan pemikiran dan pemahaman Islam.
Dalam menanamkan kesadaran tersebut di atas, maka perlu ditempuh pilihan2 persoalan aktual apa
yg diambil untuk dijelaskan terkait dengan konsep-konsep dan peraturan (sistem) sekuler yang telah
menghasilkan kerusakan dan kegagalan, sekaligus pd saat yg sama dijelaskan konsep2 dan peraturan
atau sistem Islam yg menjadi solusi alternatifnya.
Tentu saja persoalan tersebut hrs benar2 persoalan yg berkaitan dgn kebutuhan dan kemaslahatan
umat. Misalnya, mahalnya biaya pendidikan, naiknya harga BBM, pengangguran dll, yg menyentuh
perasaan masyarakat.
Menyangkut persoalan riil mereka, harus dijelaskkan solusi sekuler yg selama ini diadopsi penguasa,
lalu jelaskan solusi syariah sebagai solusi yg benar dalam masalah tersebut, yg akan menjadikan mrk
melihat adanya jalan keluar atau solusi alternatif bagi persoalan mereka.
Semakin sering persoalan2 seperti itu diangkat, maka semakin jelas bagi masyarakat bahwa konsepsi
dan pertaturan2 yg terlahir dari aqidah sekulerisme yg selama ini diadopsi pemerintah (penguasa)
serta diterapkan di tengah2 masyarakat, merupakan seperangkat ide2, konsep2, dan peraturan2
yang bathil, rusak, dan usang, dan hrs ditinggalkan, sedangkan seluruh konsepsi, aturan (syariah)
Islam yg terlahir dari aqidah Islamiyah adalah alternatif baru yg wajib diambil.
Gerakan Islam yg tekun berjuang mengangkat persoalan2 tersebut adalah harapan baru bagi umat
untuk menyudahi keterpurukan yg selama ini terjadi.
Inilah apa yg disebut dalam transformasi sebagai tabanny mashalihil ummah.
Persoalan keempat yg harus disadari bila gerakan Islam telah tampil dan menjadi harapan umat utk
melakukan transformasi sosial poltik, maka gerakan Islam harus mengambil langkah2 perjuangan
politik (kifah diyasi) berupa melakukan kritikan keras terhadap berbagai kebijakan penguasa
yang tidak Islami dan atau tidak memihak kepada kemaslahatan umum masyarakat dengan
menjelaskan kesalahan-kesalahannya serta kebijaksanaan yang sesuai Syariah Islam dalam
mengatasi masalah-masalah tersebut.
Selain itu, mengingat berbagai kebijaksanaan di neger2 Islam umumnya tidak terlepas dari
intervensi asing, yakni negara2 kafir imperialis, maka gerakan Islam harus mengungkap berbagai
rencana maupun intervensi yang telah terjadi dalam berbagai kebijakan dan peristiwa politik yang
ada dengan menjelaskan bahaya pengkhianatan para penguasa terhadap negara dan umat.
Sehingga umat melek dan sadar terhadap persekongkolan itu.
Untuk itu, gerakan Islam yang betul2 mengabdikan diri pada terwujudnya kehidupan Islam yang
sesuai dengan syariah dalam masyarakat dan negara harus memiliki pemahaman politik internasional
yang memadai serta melakukan monitoring yang terus menerus terhadap berbagai kebijakan politik
luar negeri negara2 besar kapitalis yang merupakan negara kafir imperialis di negeri2 Islam,
pernyataan2 pejabatnya, serta berbagai peristiwa politik yang berkaitan antara negara2 tersebut
dengan negeri2 Islam.
Sebagai contoh, berbagai bentuk privatisasi BUMN yang terjadi pasca reformasi tidak lepas dari
intervensi kapitalisme global, baik melalui IMF, World Bank, maupun bentuk-bentuk lain.
Intervensi2 asing bisa terjadi dalam bentuk ekonomi, politik, budaya bahkan militer seperti yang
terjadi di Irak dan Afghanistan.
Persoalan kelima yang harus dimengerti adalah bahwa tentu saja gerakan2 Islam yang melakukan
hal2 di atas akan berhadapan langsung dengan penguasa yang tentu akan mengambil langkah2
untuk menghentikan gerakan Islam yang hendak mewujudkan kehidupan syariah. Pihak2 asing
dan antek2nya yang terus mengawasi siang dan malam agar kepentingan mereka di negeri Islam
ini tidak terganggu, serta pihak2 yang benci dengan syariah, maupun pihak2 yang terpesona
dengan peradaban kafir Barat tentu akan membuat perlawanan bahkan akan membuat upaya2
agar bagaimana penguasa mengambil tindakan yang keras, dan bagaimana agar masyarakat
tidak berpihak kepada gerakan tersebut.
Oleh karena itu, setiap gerakan Islam yang berjuang secara penuh untuk mewujudkan kehidupan
Islam di masyarakat dan negara secara kaffah, disamping memiliki kesiapan konsep Islam yang
jernih dan kuat, juga harus memiliki kader2 yang tangguh, memiliki basis massa yang kuat, memiliki
hubungan yang baik dengan berbagai simpul masyarakat, memiliki dukungan para tokoh di berbagai
lapisan masyarakat, memiliki jaringan kerja yang lengkap dan rapi, serta strategi yang jitu untuk
melahirkan pemikiran Islam, dan syariah sebagai rujukan.
Selain lima perkara diatas, gerakan Islam tersebut harus istiqamah dalam gerakan yang bersifat
pemikiran (fikriyyah), politik (siyasiyyah) dan tanpa kekerasan (laa maaddiyyah). Hanya gerakan
Islam yang seperti inilah yang tidak mudah dibungkam dan dibekuk oleh penguasa dan lawan2
politiknya. Juga gerakan seperti inilah yang mampu memenangkan opini dan dukungan masyarakat
serta tokoh2 masyarakat. Bahkan akan menarik simpati dan dukungan para politisi dan pejabat
baik sipil, maupun militer. Maka dalam pertarungan puncak, antara gerakan ini dengan pihak
penguasa, bisa dibayangkan penguasa akan meletakkan jabatan karena kesadaran, dipaksa
oleh gerakan massa rakyat (people power), maupun dipaksa pejabat sipil maupun militer yang
sudah tidak menaruh harapan lagi pada penguasa yang kebijakannya jelas2 batil dan merugikan
kepentingan bangsa dan negara.
Dengan diterima peralihan kekuasaan dari penguasa dengan sistem sekuler kepada pemerintahan
Islam yang baru (Istilamul hukm) yang dibentuk oleh gerakan Islam yang memiliki kemampuan tsb,
maka perubahan revolusioner dalam seluruh aspek kehidupan di masyarakat akan terjadi, karena
negara yang menggerakkan, dan masyarakat mendukungnya. Perubahan ini tentu saja tidak
mengagetkan, sebagaimana sering dilontarkan oleh pihak2 yang tidak memahami transfomasi sosial
politik kepada syariah secara revolusioner, sebab peralihan pemerintahan tersebut terjadi setelah
proses panjang yang terjadi dari mulai dikenalkannya ide2, konsep2, dan peraturan2 Islam
untuk menggantikan ide2, konsep2 dan peraturan2 sekuler yang telah usang dan gagal, hingga
peraturan puncak antara kebijakan politik syariah dengan kebijakan politik sekuler yang tidak Islami
dan tidak memihak kemaslahatan umum masyarakat yang berujung pada jatuhnya pemerintahan
sekuler tersebut.
Jadi perubahan yang revolusioner tersebut telah didahului dgn perubahan pemikiran dan perasaan
yang mungkin mengambil hitungan tahun atau puluhan thn sebagaimana layaknya sebuah revolusi.
sekedar sebagai catatan, Soekarno mendirikan PNI pada tahun 1921, dan dia mendapat kekuasaan
dari Jepang pada tahun 1945, butuh waktu sekitar 24 tahun. Rasulullah saw. ketika menggerakkan
perjuangan bersama para sahabat secara terang2an di Mekkah (orang Arab menyebutnya sebagai
hizbu Muhammad, partai Muhammad) hingga menerima kekuasaan di Madinah, memerlukan waktu
sekitar 10 tahun, dan baru menguasa kembali Mekkah dan juga seluruh Jazirah arab, setelah
perjuangan total sekitar 20 tahun.
Khatimah :
Ya, perjuangan memerlukan waktu dan pengorbanan yang tdk sedikit. Maka, disamping penguasaan
konsep syariah dan transformasi sosial politik yg mumpuni, diperlukan suasana imani dalam diri para
pejuang agar senantiasa tergambar bahwa kehidupan Islam y kaffah dalam masyarakat dan negara
sesuai syariah yang mereka perjuangkan adalah perjuangan hidup dan mati (qadliyah mashiriyyah)
dalam rangka mencari ridlo Allah SWT, bukan yang lain.
Wallahu a''lam bishawwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar