Minggu, 09 September 2012

Untuk Pejuang Syariah dan Khilafah

Untuk Pejuang Syariah dan Khilafah

Para syabab/syabah Hizbut Tahrir yang dimuliakan Allah..
Sesungguhnya tahapan muhawalatul mukhatabah (menyeru masyarakat) telah dilakukan oleh hizb. Aktivitas ini telah dilakukan dengan sangat baik sehingga umat pun merasakan keberadaan hizb. Para politisi, birokrat, pengusaha, ulama, kaum militer, polisi, kaum intelektual hingga kaum lemah, semuanya merasakan keberadaan hizb. Hizb telah menjadikan dirinya memiliki posisi yang baik di tengah-tengah masyarakat dengan berbagai aktivitas yang dilakukan syababnya. Dalam aktivitasnya ini, hizb telah telah sampai pada upaya untuk bertolak menuju pintu gerbang pergerakan masyarakat. Hizb telah berusaha untuk mengetuk pintu itu hingga terbuka. Atau hizb sendirilah yang akan membukanya dengan izin Allah semata sehingga hizb akan masuk ke dalam dan menggerakkan kekuatan umat untuk melakukan perubahan sebagaimana yang dikehendaki Allah swt. walau sesulit apapun.

Namun, berbagai kesulitan itu tidak akan menjadikan hizb berpaling dari thariqahnya, sebagaimana Rasulullah juga tidak mengubah thariqahnya walau Bilal bin Rabah disiksa, Yasir dibunuh, dan Zinnirah ditusuk kedua biji matanya. Hizb akan terus menjaga thariqahnya, sama persis sebagaimana hizb juga menjaga fikrahnya. Begitu pula hizb wajib menjaga uslub (cara) yang dipilih dan ditentukannya, seperti halnya menjaga fikrah dan thariqahnya, selama tidak bertentangan dengan fikrah dan thariqah yang dianutnya.

Namun jika uslub itu mencoba memalingkan hizb, maka hizb akan segera membuangnya, jauh, seperti timur dan barat. Oleh karena itu, berbagai kesalahan dalam mengadopsi uslub (baik yang sengaja atau tidak disengaja) harus diusahakan untuk diminimalisir dan bisa dianggap sebagai suatu kesalahan. Jika hal ini terjadi terus menerus maka ini sama artinya dengan bentuk penyelewengan, penyimpangan, dan penelikungan yang disengaja. Karena itulah, setiap syabab tidak boleh mempunyai pandangan yang kabur, baik pandangan tersebut berupa pemikiran, politik maupun administratif.

Untuk menggambarkan bagaimana hizb dapat berdiri di depan pintu itu seraya mencoba meyakinkan bahwa Islamlah jalan yang paling lurus, maka hizb telah memberikan gambaran tentang masyarakat dengan sangat jelas dan sesuai realitas. Mengenai masyarakat, hizb telah menjelaskan bahwa masyarakat adalah kumpulan manusia, pemikiran, perasaan, dan sistem. Dengan kata lain, mengubah masyarakat tidak hanya mengubah individu, tetapi juga mengubah pemikiran, perasaan, dan sistem yang ada di tengah-tengah masyarakat. Dan hal itu, tidak bisa diraih kecuali dengan melakukan interaksi di tengah-tengah masyarakat.

Tetapi harus diingat, kekuatan penopang pemikiran dan sistem itu adalah penguasa yang berkuasa atas rakyat. Merekalah penopang utamanya. Oleh karena itu, menyerang segala bentuk interaksi antarsesama anggota masyarakat belumlah cukup. Tetapi juga harus dilakukan penyerangan terhadap berbagai interaksi yang terjadi antara masyarakat dengan penguasa, yang menopang sistem kufur itu.

Seluruh syabab harus berani melakukannya, sebab seluruh wajib adalah penyeru dan pengemban dakwah yang akan menyelamatkan masyarakat dari keburukan sistem yang menguasai masyarakat. Selama hubungan ‘baik’ antara penguasa dengan masyarakat tetap terjalin, maka selama itu pula masyarakat akan berada dalam keterpurukan. Oleh karena tangan-tangan penguasa zalim itu harus dipukul dengan pukulan sekeras-kerasnya hingga dia melepaskan masyarakat. Masyarakat harus ditarik dan disadarkan bahwa interaksi mereka dengan penguasa adalah interaksi yang akan membawa masyarakat ke dalam lembah kehinaan karena mengikuti sistem kufur tersebut.

Jangan lupa. Seluruh penopang pemerintahan yang saat ini ada, adalah partai politik dan politisinya. Oleh karena itu, pihak berkuasa tadi seluruhnya harus diserang, baik menyangkut tindakan maupun pemikiran politiknya. Dalam setiap kesempatan harus dipahami dengan benar, bahwa seluruh interaksi yang berlangsung di tengah-tengah umat dan bangsa sesungguhnya dikendalikan hanya oleh para penguasa umat dan bangsa tersebut. Artinya, para penguasa itulah yang menjalankan seluruh bentuk interaksi tadi, yang mengurus dan mengaturnya. Karena itu, tidak mungkin mempengaruhi rakyat yang ada saat ini ataupun yang akan datang, kecuali dengan menyerang para penguasanya, melalui serangan terhadap seluruh pemikiran, aktivitas, dan tindakan (kebijakan) mereka.

Masalah ini wajib dipahami dengan jelas secara menyeluruh agar kedudukan hizb sebagai partai politik dapat dipertahankan. Juga agar mampu menjadikan pandangan-pandangannya sebagai pemikiran politik, yaitu pemikiran yang mempengaruhi tata cara mengurus kemaslahatan rakyat. Dan agar mempunyai realitas dalam benak hizb maupun benak masyarakat, di mana mereka mampu merasakan dengan indera, atau dapat mereka jangkau dengan akal, sehingga siapa saja yang menjadikan pandangan-pandangan politik tersebut sebagai pemikirannya maka akan mampu bergerak dan mempunyai pengaruh di tengah masyarakat yang berusaha diubahnya, sehingga pandangan tadi menjadi dominan.

Berdasarkan hal ini, maka apa yang dinyatakan dalam buku Mafahim Siyasiyah  harus selalu dipahami, bahwa pembinaan murakkazah dan pembinaan jamaiyah dalam hizb dianggap sebagai bagian dari aktivitas politik, meskipun berbentuk aktivitas pembinaan. Sebab, pembinaan itu tidak akan diberikan, kecuali dengan pertimbangan untuk dijadikan sebagai asas dalam mengontrol penguasa, dan agar masyarakat berusaha menerapkannya. Selain itu, membongkar rencana (jahat) penguasa serta mengadopsi kemaslahatan (masyarakat) juga merupakan bagian dari politik sekaligus aktivitas politik. Sebab, melalui aktivitas tersebut, hizb dapat menghancurkan seluruh bentuk aktivitas dan tindakan penguasa.

Berdasarkan hal itu, sejak keberadaannya di Indonesia pada tahun 1980-an, hizb telah melakukan pembinaan, pengkaderan, dan aktivitas politik membentuk kutlah siyasi sebagaimana yang telah dilakukan Rasulullah saw. bersama Abu Bakar, Ali bin Abu Thalib, serta assabiqunal awwalun yang lain seperti Thalhal bin Ubaidillah, Usman bin Affan, Umar bin Khathab, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam Al Azadi, serta Arqam bin Abu Arqam. Hizb di Indonesia telah melakukan aktivitas politik yang panjang hingga berhasil membesarkan tubuhnya dan mulai dikenal masyarakat, baik sebelum atau sesudah rezim Orde Baru runtuh.

Hizb akan terus melakukan serangan-serangan kepada pihak-pihak yang menjadi penopang sistem zalim tersebut, baik dalam pemerintahan maupun dalam kancah politik, termasuk  mempengaruhi pandangan umat terhadap hizb, mempengaruhi para penguasa dan para politikus dari segi kemampuan, kepercayaan dan loyalitasnya, sehingga hizb mampu berdiri dengan kokoh di tengah masyarakat.  Oleh karena itu, tahrik siyasi (gerakan politik) dengan kedua bentuknya, yaitu shira’ul fikri (pertarungan pemikiran) dan kifatus siyasi (perjuangan politik) terhadap seluruh hubungan dalam dan luar negeri, wajib dibangun dalam bentuk yang dapat diindera; di mana pembinaan murakkazah dan jamaiyah tetap berjalan dengan mekanismenya yang telah digariskan, begitu pula dengan perhatian yang besar terhadap munculnya uslub-uslub baru serta memperbanyak berbagai macam sarana. Dengan kata lain, hizb tidak akan berhenti berputar.

Para syabab/syabah Hizbut Tahrir yang dirahmati Allah..
Shira’ul fikri dan kifatus siyasi wajib dilakukan oleh seluruh syabab. Sebab aktivitas ini merupakan aktivitas dakwah, yang juga merupakan amal fardhiyah yang wajib dijalani oleh setiap syabab. Namun, yang sekarang wajib diperhatikan adalah pentingnya para syabab memahami realitas pemikiran (dimana mereka terlibat shira’ul fikri dan kifatus siyasi di dalamnya) dengan gambaran yang jelas. Para syabab juga wajib mencoba menggambarkan realitas ini kepada orang banyak ketika melakukan diskusi atau penjelasan dalam bentuk yang bisa diindera dan mencolok. Ini dilakukan dengan cara mengambil contoh-contoh sejarah dan kasus, termasuk pemikiran dasar yang dianggap sebagai penghambat, dan sengaja diletakkan oleh orang kafir untuk menghadang masuknya dan mengakarnya Islam ke dalam masyarakat.

Nasionalisme Arab, bisa dijadikan sebagai contoh dalam bentuk “negatif”, dan juga “positif”. Maka, ketika hizb menjelaskan kaburnya aspirasi dan ketidakjelasan cita-cita yang terdapat di dalam ide nasionalisme, dan bahwa ide tersebut tidak mempunyai makna apapun yang bisa ditunjuk dengan jari (karena ide tersebut tidak mempunyai sistem maupun pandangan hidup apapun) maka ide Nasionalisme Arab tadi diserang semata-mata dalam bentuk “negatif”.

Ketika hizb menjelaskan kepada masyarakat, bahwa ide nasionalisme tersebut berarti kesukuan dan kebangsaan, maka peristiwa Perang Bani Musthaliq dapat dijadikan sebagai contoh sejarah tentang bahaya kebrutalannya. Negara-negara Eropa sekarang ini juga dapat diambil sebagai contoh; bagaimana nasionalisme telah menggali parit yang memisahkan sesama mereka, sehingga mustahil dibangun jembatan di atasnya untuk mewujudkan persekutuan atau kesatuan mereka, maka dalam hal ini ide tersebut diserang dalam bentuk “positif”.

Adapun serangan terhadap kemaslahatan yang berbentuk politik kekinian dilakukan dengan menyerang tata cara penyusunan kabinet serta mekanisme manajemen untuk mengendalikan pemerintahan dalam satu negara, juga kelalaian parlemen, dan kedunguan Demokrasi, yang menjadikan mereka sebagai sarana politik. Di samping itu pula dilakukan dengan membongkar campur tangan kedutaan-kedutaan besar asing dalam urusan pemerintahan, serta cengkeraman pemimpin-pemimpin suku atau para konglomerat terhadap kelompok yang berkuasa dan sebagainya. Adakalanya ini terjadi secara terpisah pada saat reshufle kabinet, atau pada saat dilontarkannya mosi tidak percaya oleh parlemen. Kadang juga terjadi bersamaan dengan munculnya momentum kemaslahatan kekinian.

Inilah khithoh amal untuk terjun dan berjuang di tengah-tengah masyarakat, melaksanakannya dengan penuh kesadaran dan kecermatan, sehingga Hizb bisa membuka pintu masyarakat atau dibukakan. Hanya saja setiap orang maupun syabab Hizb harus mengetahui, bahwasanya Hizb bertujuan untuk mengambil kekuasaan secara praktis dari tangan seluruh kelompok yang berkuasa, bukan dari tangan para penguasa yang ada sekarang saja.

Hizb bertujuan untuk mengambil kekuasaan yang ada dalam negara dengan menyerang seluruh bentuk interaksi penguasa dengan umat, kemudian dijadikannya kekuasaan tadi sebagai Daulah Islamiyah. Hizb tidak ingin membangun kekuasaan lain di tengah-tengah masyarakat sebagai alat yang digunakan untuk menumbangkan dan melenyapkan kekuasaan yang ada. Yang diinginkan Hizb adalah mengambil kekuasaan yang ada itu sendiri. Kekuasaan yang ada, pemerintahan yang berkuasa dan penguasa yang sedang mengangkangi rakyatnya, itulah yang sekarang menjadi tujuan untuk diambilalih oleh Hizb melalui (kekuatan) umat. Kemudian bentuk dan sistemnya dirubah, dan dijalankan agar Islam bisa diterapkan dan risalah Islam dapat disebarluaskan.

Ada dua hal yang menjadi konsekuensi dari semuanya ini:
Pertama, Hizb tidak akan mengutamakan satu kementerian dibanding kementerian yang lain tatkala merealisasikan kemaslahatan rakyat, dan tidak akan membela satu kementrian dengan mendiamkan kementrian lainnya. Malahan Hizb bertujuan untuk menggoyang seluruh kelompok yang berkuasa, baik yang ada dalam pemerintahan maupun kekuasaan.

Kedua, Tidak boleh mengatakan kepada masyarakat, bahwa kemaslahatan ini akan diperoleh anda tatkala Daulah Islamiyah berdiri. Sebab, pernyataan tersebut dapat menjauhkan masyarakat dari pemahaman tentang cara mewujudkan kemaslahatan mereka, dan turut memberikan andil dalam menjauhkan Hizb dari pemerintahan maupun menjauhkan pengaruh Hizb dalam pemerintahan. Oleh karena itu, serangan terhadap mekanisme yang digunakan untuk memerintah rakyat, harus sesuai dengan hukum Islam dengan hanya menjelaskan hukum syara’ tentang masalah yang diserangnya.

Aktivitas dalam kifatus siyasi harus dilakukan dengan cara menyerang kekuasaan yang ada itu sendiri sehingga dapat meremukkan seluruh organ vital (yang ada dalam rongga dada) sekaligus menghancurkan kharismanya. Akibatnya, orang-orang akan mengerubutinya, dan banyak tangan serta jari yang akan mencekiknya, lalu memusnahkannya dengan seluruh kekuatan. Juga harus dilakukan dalam bentuk yang memancing kerinduan kepada pemerintahan Islam, Daulah Islamiyah dan bendera Islam.

Hanya saja yang tetap tidak boleh hilang dari pikiran kita meskipun sekejap adalah bahwasanya pemerintahan bukanlah tujuan. Yang menjadi tujuan adalah melanjutkan kembali kehidupan Islam, menyebarluaskan dakwah Islam ke seluruh dunia, di mana pemerintahan merupakan thariqah untuk mewujudkan semuanya.

Dan mengambilalih kekuasaan tidak lain merupakan thariqah untuk menjadikan kehidupan ini sebagai kehidupan Islam, yaitu menjadikan seluruh bentuk interaksi yang berlangsung di tengah-tengah masyarakat  berdasarkan pada interaksi Islam. Pemerintahan/kekuasaan tidak boleh dipandang istimewa  melebihi kedudukannya sebagai thariqah. Jadi, perkaranya bukan hanya melakukan usaha untuk menjatuhkan para penguasa saja, namun yang difokuskan adalah menjadikan pemikiran Islam dominan di tengah-tengah masyarakat, sehingga penggulingan penguasa dan pengambilalihan kekuasaanya terjadi karena cengkeraman pemikiran tersebut.

Para syabab/syabah yang dirahmati Allah..
Berdasarkan hal ini maka hizb wajib terjun ke tengah-tengah masyarakat dengan karakternya sebagai institusi pemikiran, yang menonjolkan karakter institusinya itu sendiri dengan jelas. Sebab, karakter keinstitusiannya itulah satu-satunya karakter yang harus diwujudkan, di dalamnya tidak boleh terkontaminasi dengan karakter yang lain. Sebab hizb merupakan organisasi yang bertarung dengan kedua institusi di atas. Apabila hizb (dalam suatu kondisi) terkontaminasi, dengan kata lain terdapat aktivitas seorang hizbiyin yang tidak sesuai dengan karakter institusinya, atau karakter hizb terkontaminasi dengan karakter lain, maka aktivitasnya bukan hanya akan gagal, malahan lebih jauh akan melemahkan serangan hizb, dan setelah itu akan melemahkan karakter institusinya.

Institusi hizb tidak identik dengan strukturnya, tetapi jauh lebih luas dari itu. Memang benar jika dikatakan bahwa aktivitas hizb lahir dari struktur hizb, di mana pemahaman, standarisasi, dan qanaah yang menjadi menjadi asas strukturnya merupakan bagian dari institusi hizb. Meskipun demikian, struktur tersebut bukan merupakan institusinya. Jadi, institusi Hizb merupakan akumulasi dari pemahaman, standarisasi dan qanaah yang mengakar pada sekelompok manusia sebagai sekumpulan manusia, bukan sebagai individu.

Apabila  aktivitas-aktivitasnya lahir dari sekolompok orang itu, atau dengan kata lain dari  salah satu struktur hizb, atau salah satu anggota kelompok itu, sementara aktivitas-aktivitas tadi lahir dari sekumpulan pemahaman, standarisasi dan qanaah, maka aktivitas itu sebenarnya lahir dari hizb dalam kapasitasnya sebagai sebuah instistusi. Jadi, yang melahirkan bukan dari individu maupun strukturnya.

Karakter institusi hizb tersusun dari beberapa unsur, yang masing-masing diramu oleh ikatan yang membentuk institusi. Sedangkan unsur yang membentuk karakter institusi hizb adalah kumpulan pemahaman, standarisasi, qanaah, dan sekelompok manusia. Sedangkan ikatan yang menjalin unsur-unsur itu adalah akidah yang menjadi asas hizb, dan tsaqafah yang menjadi identitas pemahaman Hizb.

Berdasarkan unsur-unsur serta ikatan inilah, maka institusi pemikiran, atau hizb itu terbentuk. Institusi ini satu-satunya yang wajib melakukan aktivitas. Hizb layaknya badan (syakhshiyah) yang dapat diindera,  kekuatan dan pengaruhnya dapat dirasakan, sama persis seperti tubuh negara dan tubuh umat. Badan (syakhshiyah) atau institusi inilah yang masuk ke dalam arena pertarungan di tengah-tengah masyarakat. Dialah yang harus berusaha meraih kepemimpinan umat, baru kemudian menggapai kendali pemerintahan. Hizb harus pula berusaha agar umat menjadikan tubuh hizb sebagai tubuh umat, dan menjadikan tubuh umat sebagai tubuh hizb.

Inilah hakikat perjuangan kita. Inilah kita dalam setiap perputaran. Inilah dia gerakan yang menggerakkan menuju perubahan. Dan inilah hakikat perjuangan kita.

Pada mulanya Rasulullah menyeru Khadijah binti Khuwailid ra, Ali bin Abu Thalib ra, Zaid bin Haritsah, dan Abu Bakar untuk mengikutinya. Demikian pula, Taqiyuddin An Nabhani. Syaikh An Nabhani mencoba untuk meneladani beliau saw. dengan mengajak beberapa sahabatnya untuk mengikutinya seperti Ghanim Abduh, Dr. Adil An Nablusi, Munir Syaqir, dan lain-lain untuk membentuk gerakan dakwah, dan mereka pun mengikutinya.

Rasulullah memerintahkan Abu Bakar untuk mengontak kawan-kawannya. Dan masuklah para sahabat yang tergabung dalam assabiqunal awwalun ke dalam kutlah Rasulullah; demikian pula hizb. Setiap syabab diwajibkan untuk melakukan kontak dengan orang agar bergabung dalam barisan perjuangan penegakkan Islam.

Rasulullah membina para sahabat di dalam halqah-halqah mereka di ‘maktab’ mereka, yaitu di rumah Arqam bin Abu Arqam; demikian pula hizb. Para sayabab juga melakukan pembinaan untuk menggembleng para pengikut hizb agar menjadi kader dakwah sebagaimana mental para sahabat.

Rasulullah mengumpulkan keluarga besarnya dan menyerunya. Demikian pula yang dilakukan hizb. Hizb melakukan tatsqif jama’i sebagaimana dicontohkan Rasulullah saw. tersebut dalam berbagai forum-forum umum seperti diskusi publik, seruan, majlis buhutsul Islamiyah, dan halqah Islam dan peradaban.

Kemudian Rasulullah mulai memiliki pengikut yang banyak, demikian pula Hizbut Tahrir. Kemudian Rasulullah muali berdakwah dengan terang-terangan, berinteraksi dengan umat, menyeru orang agar menjadikan Islam sebagai jalan hidup, membongkar kebijakan jahat penguasa Quraisy, menghinakan kebobrokan pemikiran jahiliyah; demikian pula hizb. Hizb pun melakukan dakwah berinteraksi dengan masyarakat. Hizb membongkar kebobrokan penguasa. Hizb menghinakan pemikiran kufur modern, dan hizb juga membongkar makar jahat penguasa.

Di tengah-tengah dakwahnya, Rasulullah dan para sahabat beliau mendapatkan celaan, hinaan, cacian, makian, fitnah, siksaan, bahkan upaya pembunuhan; demikian pula hizb. Di banyak negara, keberadaan hizb dilarang. Dicela sebagai orang yang mendewakan akal. Dicaci sebagai orang yang akan menghancurkan dan memecahbelah kaum muslim. Difitnah sebagai orang yang menghalalkan gambar porno, menerima suap dari orang kafir, dan mengingkari azab kubur.

Hizb juga difitnah mengemis kekuasaan kepada orang-orang Syiah, tidak memiliki tujuan serta target perjuangan yang terukur, mendewakan Taqiyuddin An Nabhani, serta pengecut dalam berjihad. Mereka bilang: hizb menyerukan jihad, tetapi tidak ikut berjihad. Ini fitnah. Bahkan mereka tidak pernah melakukan konfirmasi, dan menanyakan alasannya kepada hizb. Hizb juga difitnah hanya suka berwacana dan tidak melakukan aktivitas riil, padahal hizb tidak merealisasikan apa yang diserukan lebih pada ketakutan hizb melanggar hukum syara.

Apa yang diserukan hizb adalah untuk diterapkan negara, bukan kelompok. Bagaimana bisa hizb melakukan apa yang harus dilakukan negara? Justru sebaliknya. Merekalah yang suka omong kosong. Mereka bicara kesejahteraan rakyat, tetapi justru yang dihasilkan tidak pernah berpihak kepada rakyat. Mereka bicara keadilan sosial, tetapi kezaliman tetap saja terjadi. Mereka bicara penegakan syariah dan khilafah, tetapi justru menegakkan sistem yang bertentangan dengan syariah dan khilafah. Mereka mengaku sebagai wakil rakyat, tetapi segala bentuk pemberitaan yang datang dari parlemen selalu menyakiti hati rakyat. Lalu riilnya dimana?

Walaupun begitu kerasnya permusuhan orang-orang Quraisy, Rasulullah saw. juga tidak pernah goyah sedikit pun untuk mengubah metodenya; membongkar kebobrokan penguasa dan mendakwahkan Islam. Demikian pula hizb. Sekeras apapun orang memushi, menfitnah, dan mencadi hizb, bahkan membunuhi para syabab hizb, tetapi hizb tidak goyah dari prinsip dakwahnya, sebagaimana Rasulullah juga tidak goyah.

Bahkan ketika orang-orang Quraisy membujuknya dengan harta, tahta, dan wanita, tetap saja Rasulullah tidak menghentikan dakwahnya atau mengubah meode dakwahnya. Demikian pula hizb. Tidak tertarik sedikit pun kepada duniawi, hanya karena ingin mengikuti metode Rasulullah saw. yang lurus.

Kemudian Rasulullah melakukan aktivitas menyeru kepada para pemilik kekuatan (ahlul quwwah) dengan melakukan thalabun nushrah (meminta pertolongan dakwah). Rasulullah mencari dukungan dakwah kepada Bani Tsaqif, Bani Syaiban bin Tsa’labah, Bani Amr bin Sha’sha’ah, Bani Bakar bin Wail, Bani Kindah, Bani Kalb, Bani Hanifah, serta Bani Aus dan Khazraj. Demikian pula hizb. Hizb juga telah melakukan aktivitas kontak (thalabun nushrah) dengan para pemilik kekuatan. Para pengusaha, para ulama, pimpinan pondok pesantren, dan tentunya kalangan militer.

Sewaktu Rasulullah saw. melakukan thalabun nushrah, kebanyakan dari mereka menolaknya. Ada juga yang mau menerima tetapi dengan syarat. Tetapi Rasulullah tidak berpaling sedikitpun. Rasulullah tidak berputus asa dan meninggalkan metode dakwahnya. Rasulullah tetap melakukan thalabun nushrah dan yakin akan pertolongan Allah hingga cahaya itu datang dari arah Yatsrib. Demikian pula hizb. Hizb tidak pernah berputus asa melakukan thalabun nushrah walau saat ini belum nyata terindra di depan mata. Tetapi hizb yakin, kemenangan itu pasti tiba.

Hanya saja, hizb tidak pernah mengadopsi pemikiran bahwa khalifah yang akan datang harus dari hizb. Tidak. Hizb tidak mengadopsi pemikiran demikian. Hizb hanya mengantarkan bagi tegaknya khilafah, sedangkan khalifah, terserah kepada umat.

Dari gambaran di atas, bukan berarti hizb ingin merasa sebagai kelompok yang paling benar, paling mengikuti metode Rasulullah. Tidak. Hizb adalah sebuah kelompok dengan ijtihadnya yang khas. Metode dakwah hizb ini tidak lain adalah ijtihad Taqiyuddin An Nabhani, bisa kemungkinan benar, bisa salah. Hanya saja, untuk saat ini hizb memandang bahwa ijtihad inilah yang paling sahih. Andaikata kelak di suatu hari terdapat hujjah yang lebih kuat, tentu hizb akan memilihnya. Namun, untuk sekarang hizb yakin, bahwa jalan inilah jalan yang benar.

Hizb tidak pernah merasa mejadi yang paling benar. Tidak. Hizb juga tidak pernah merasa bahwa hizb adalah golongan yang paling beruntung. Tidak. Sebab, semua itu hanyalah harapan. Hizb hanya berharap (bukan merasa) bahwa hizb adalah kelompok yang disebut sebagai kelompok yang beruntung. Ini karena Rasulullah saw. tidak pernah menunjukkan nama kelompok tertentu. Tidak Salafy, tidak Tarbiyah, tidak Jamaah Tablig, tidak Hizbut Tahrir, tidak juga Ikhwanul Muslimin. Oleh karena itu, tidak selayaknya masing-masing kelompok mengklaim sebagai kelompok yang benar. Semuanya hanya berhak untuk berharap bahwa mereka termasuk dalam kelompok yang beruntung tersebut.

Andaikata Hizb melakukan ‘serangan’ terhadap metode-metode yang ditempuh oleh harakah lain, tidak lain semua itu memiliki alasan yang syar’i. Misalnya: sebuah harakah mengklaim bahwa jalan demokrasi adalah jalan islami. Padahal sedikit pun tidak terbukti demokrasi itu ada di dalam Islam. Kemudian, jika ada harakah yang mengasingkan diri dari dunia politik dengan alasan bahwa kekhalifahan adalah janji Allah, sehingga pasti terwujud, jadi tidak perlu berjuang menegakkan khilafah. Bagaimana bisa sebuah janji Allah tidak dijemput, jika amal yang dilakukan sama sekali tidak menunjukkan aktivitas kepada janji Allah tersebut. Khilafah itu institusi politik, lalu apakah dengan amal yang bukan amal politik sebuah institusi politik seperti khilafah bisa tegak? Demikianlah..

Hizbut tahrir tidak merasa yang paling benar. Hizbut Tahrir hanya melakukan berbagai kritik atas berbagai amal yang jauh dari fakta dalil, walaupun yang dikritisi itu juga dihiasi dengan berbagai macam dalil. Jadi, hizb sama sekali tidak merasa yang paling benar, dan yang lain salah. Ingat, jalan yang ditempuh Hizbut Tahrir juga jalan yang ditempuh melalui ijtihad. Bisa benar, bisa juga salah. Tetapi ketika hizb melakukan kritik terhadap metode dakwah lain, tentu itu bukan sikap untuk merasa yang paling benar. Tidak. Tetapi sikap itu adalah sikap kritik atas metode dakwah harakah lain yang dinilai terlalu fatalis atau kompromistis dengan sistem kufur.

Walhasil.. semoga tulisan ini dapat menggugah semangat saya sendiri dan para syabab/syabah sekalian agar semakin giat dalam berdakwah..

Wallahu a’lam bish shawab..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar